Pastikan Anda Baca Juga
Sempurna, akan menjadi sebuah gelar yang
membanggakan jika melekat dari seorang guru. Kesempurnaan seorang guru akan
lebih memikat hati peserta didik. Tetapi sejatinya, di dalam benak mereka sudah
tertanam sebuah anggapan, bahwa guru adalah makhluk yang sempurna. Dari setiap
huruf, kata dan kalimat yang keluar dari guru sudah secara otomatis terekam di
pikiran mereka bahwa semuanya itu harus benar dan sempurna. Bahkan gerak dari
ujung kaki sampai ujung kepala seorang guru pun harus sempurna di hadapan
mereka. Mereka tidak mau tahu apa dan bagaimana keadaan hati seorang guru. Yang
mereka inginkan hanya kesempurnaan yang harus tampak saat berada di hadapan
mereka.
Kesalahan kecil yang disengaja atau pun tidak sengaja,
seketika akan menjadi senjata yang menghancurkan anggapan mereka terhadap kita.
Berhati-hati dalam berkata dan bertindak, itulah yang harus selalu kita jaga.
Karena sebagai seorang guru, kita adalah figur teladan bagi mereka.
Tetapi tidak bisa dipungkiri, terkadang perasaan
untuk selalu tampil sempurna akan menjadi beban berat. Rasanya ingin segera
meletakkannya. Berusaha untuk tampil sempurna, bahkan terkadang berpura-pura
menjadi sempurna. Sungguh membuat tertekan. Padahal jika kita dapat menerima
semua kekurangan kita, tidak ada satupun yang dapat lagi menggunakannya untuk
menjatuhkan kita. Tetapi tuntutan sempurna yang terkadang memenjarakan pikiran
kita.
Sesekali saat semua terasa membosankan dan menyakitkan,
ingin rasanya segera berlari dan berpindah ke zona yang lebih nyaman dan aman
dari masalah. Saat itu yang ada di dalam pikiran hanyalah sebuh ketidakadilan. Guru
juga seorang manusia yang memiliki hati dan perasaan. Guru bukan peri yang
serba bisa. Guru juga bukan malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Saling mengerti dan saling berbagi. Mengerjakan
semuanya dengan cinta. Ikhlas dan terus bersyukur dengan apa yang ada. Itu
semua kunci untuk tetap bisa terus bertahan. Memperjuangkan dan menjalani
semuanya agar bisa sampai ke titik yang diinginkan. Memegang amanah untuk bisa
menanamkan karakter positif pada setiap
generasi Rabbani. Amanah yang sudah ada di tangan tidak bisa begitu saja
dilepaskan hanya karena sebuah tuntutan kesempurnaan.
Semoga dengan cinta dan kasih sayang yang ikhlas
dapat menjadikan kita, sebagai guru yang terus menuju kesempurnaan, bisa selalu
bertahan memperjuangkan keberhasilan mereka, anak- anak yang diamanahkan kepada
kita.
Suatu saat mereka akan mengerti arti sebuah
ketulusan kita. Walau terkadang kita sulit menunjukan cinta kepada mereka.
Mungkin dengan cinta yang ikhlas akan menutupi kekurangan kita dan melengkapi
kesempurnaan pada diri kita. Ada sebuah papatah kuno,
Palu Menghancurkan Kaca, Tetapi Palu Membentuk
Baja
Palu adalah tantangan yang muncul di depan kita saat menuju kesempurnaan. Jika mental kita seperti kaca, maka akan mudah hancur. Tatapi jika mental kita adalah baja maka, baja akan berubah menjadi benda yang akan banyak digunakan orang.
Palu adalah tantangan yang muncul di depan kita saat menuju kesempurnaan. Jika mental kita seperti kaca, maka akan mudah hancur. Tatapi jika mental kita adalah baja maka, baja akan berubah menjadi benda yang akan banyak digunakan orang.
Jadi, tetap semangat untuk guru yang terus menuju
kesempurnan. Kita jalani semuanya dengan cinta dan keikhlasan. Semoga dengan
cinta dan keikhlasan kita mereka akan menjadi anak-anak yang hebat di waktu
yang akan datang.
Karena sesungguhnya hanya ada satu keinginan kita
sebagai guru. Anak-anak kita menjadi generasi Rabbani yang dapat membanggakan
semua orang yang ada disekelilingnya, terutama ayah dan bundanya. Saat mereka
mencapai keberhasilannya, kita hanya bisa bersyukur di dalam hati kita.
>>>>>> Perwita Sari, S.Pd.I ( Guru Kelas 2 As-Syams ) <<<<<<<<<
1 Komentar
Maju terus bu Wita....
BalasHapus