Pastikan Anda Baca Juga
Ada yang senang dan ada yang sedih saat meninggalkan Ramadhan. Ibnu Rojab menulis dalam kitabnya :
Sebaiknya
puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena
istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti shalat, haji
dan shalat malam. Demikian pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup
dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir maka
istighfar adalah pengukuh baginya , namun jika majlis tersebut tempat
permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa.
(Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
Disetiap
akhir bulan Ramadhan, pada umumnya kaum muslimin senantiasa merasakan
kegembiraan. Gembira karena memang setelah ramadhan berkahir, akan
datang hari raya yang membahagiakan yaitu ‘Idul Fithri. Hari raya kaum
Muslimin sebagai hadiah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sesungguhnya Allah tabarakawata’ala telah menggantikan bagi kalian
keduanya (hari raya jahiliyah itu) dengan dua hari raya yang lebih baik
darinya. Yaitu hari raya Iedul fitri dan hari raya kurban.” (Shahih, HR.
Ahmad).
Namun,
disisi lain kita telah ditinggalkan oleh bulan nan mulia. Bulan yang
penuh janji ampunan dan pahala. Bulan yang penuh keutamaan. Bulan dimana
pada satu malam terdapat malam lailatul qadar. Kepergian ramadhan,
berarti pula selesailah kesempatan kita untuk mereguk segala keutamaan
yang ada. Berlalulah segala keutamaan yang Allah ta’ala janjikan dibulan
itu. Berlalunya Ramadhan, juga selalu membekaskan sebuah pertanyaan di
pikiran kita. Adakah amalan Ramadhan kita diterima Allah ?
Atau jangan-jangan kita hanya memperolah lapar dan dahaga saja di bulan
ini ? Sungguh, kita tentunya tidak ingin menjadi seperti orang-orang
yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berapa banyak
orang yang berpuasa, ia tidak mendapat apa-apa dari puasanya itu
kecuali rasa lapar dan haus. Kembali ke pertanyaan diatas. Tampaknya,
tidak ada seorangpun yang mampu menjamin amalan kita pasti diterima
Allah. Jika memang demikian, tak hanya kegembiraan. Melainkan kesedihan
juga turut menyertai kepergian Ramadhan.
Disisi
lain, tentunya masih teringat beberapa waktu di pertengahan Ramadhan.
Saudara-saudara kita umat muslim di Tasikmalaya, Garut dan sekitarnya
digoncang gempa hebat yang mengakibatkan kematian dan kerusakan harta
benda mereka. Mereka pasti tidak mampu merasakan Indahnya hari raya.
Belum lagi saudara-saudara muslim kita dibelahan dunia yang lain yang
rasa keamanan mereka terancam. Bukankan sesama muslim adalah saudara.
Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
al Muslimu akhulmuslim. “Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengibaratkan umat Islam
sebagai sebuah tubuh, bila satu anggota tubuh merasakan sakit maka
anggota tubuh yang lain merasakan demam dan matapun turut begadang.
Sebagai saudara, tidakkah rasa sedih itu juga hadir dalam diri kita?
Selayaknya,
ramadhan ini menorehkan catatan berharga dalam hidup kita. Ramadhan
telah mendidik kita untuk menunaikan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan
dan yang disunnahkan untuk menuju ketakwaan. Puasa, sholat malam,
sedekah, membaca al Quran, sholat berjamaah yang telah kita laksanakan
di bulan Ramadhan hendaknya sebagai awal bagi kita untuk istiqomah
melaksanakan amalan di sebelas bulan berikutnya. Semoga kita kembali dipertemukan dengan Ramadhan di tahun mendatang.
Anda sedang membaca artikel dengan judul Sedih : Ramadhan Akan Meninggalkan Kita dengan kode permalink artikel Sedih : Ramadhan Akan Meninggalkan Kita jika ingin mencantumkan di halaman anda saat anda mengcopas artikel di Sedih : Ramadhan Akan Meninggalkan Kita di "http://sdit-wahdatulummah.blogspot.com/2013/08/sedih-ramadhan-akan-meninggalkan-kita.html". Terima kasih
0 Komentar