Pastikan Anda Baca Juga
Setiap orang
memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan masing-masing.
Namun, dalam menggapainya diperlukan kemampuan yang pada dasarnya harus
dimiliki dan setiap orang haruslah memilikinya, misalnya setiap siswa atau
peserta didik kita ketika ditanya, “ Apa cita-citamu ?”, maka ia akan menjawab,
“ Dokter, Ilmuwan, Pilot, Wiraswasta, pengusaha dan sebagainya”. Kemudian sang
guru akan berkata, “belajarlah dengan giat”. Itulah cara yang harus dimiliki setiap
orang meskipun tujuannya berbeda-beda.
Belajar, bagi
seorang guru adalah hal mutlak yang tidak bisa ditinggalkan. Bukan berarti
telah menjadi guru, kemudian tidak perlu lagi belajar. Bahkan pembelajar yang
baik adalah semakin bertambah ilmunya semakin haus ia akan ilmu itu. Semakin
dalam ia memahami dan mendalami ilmunya maka ia akan semakin merasa dirinya
rendah, tiada artinya dirinya di hadapan Sang Pemilik Ilmu dan Sang Maha
Cerdas, Dialah Allah SWT. Memaknai dirinya lebih dalam bahwa eksistensi dirinya
adalah setitik debu di angkasa raya, secuilnya ilmu yang dimiliki ibarat
setetes air laut yang menempel di ujung jari saat jari dicelupkan di laut,
menunjukkan ketawadhuan (kerendah hatian) seorang guru, juga menunjukkan bahwa
eksistensinya tidak lebih berharga dari Pemilik dan Pencipta Jagad Raya.
Mengetahui
eksistensi diri sangatlah penting sebagaimana Imam Al-Ghozali tuliskan dalam
kitabnya, “barangsiapa yang mengenali dirinya maka ia akan mengetahui
Tuhannya”. Ungkapan beliau ini lumrah dan benar, bahwa semakin dalam
seseorang (dalam konteks ini seorang guru ) memaknai dan menelisik eksistensi
dirinya di dunia, maka akan mendorong dirinya lebih memaknai hidupnya. Hal
senada dituliskan oleh Tsun Zu dalam “ The Art of War” menyebutkan bahwa, “
Jika anda ingin menang dalam perang, maka ketahuilah kekuatanmu dan kekuatan
musuhmu”. Benar, bahwa kalau kita maju ke medan perang, tanpa memperhatikan
kekuatan dan kelemahan diri dan kekuatan musuh, tentunya kita maju perang dalam
keadaan “galau”.
Mengetahui tentang
kekuatan dan kelemahan diri untuk maju ke medan pertempuran sehingga meraih
kemenangan, inilah yang saya maksudkan dengan Konsep Diri atau Personal
Concept. Karena kita seorang guru, maka Konsep Diri Seorang Guru.
Untuk mengetahui
konsep diri kita sebagai seorang guru, maka hal yang mesti kita lakukan adalah
:
Pertama,
Mengetahui Aku Diri. Aku Diri adalah mencari tahu
informasi apa saja yang terdapat dalam diri kita sesuai dengan pandangan kita.
Dalam bahasa Geografinya “Wawasan Nusantara” atau cara pandang bangsa Indonesia
terhadap dirinya. Nah, mengetahui diri sendiri sesuai cara dan sudut pandang
diri kita sendiri ini sangat diperlukan karena, kejujuran yang dibutuhkan.
Menelisik sudut-sudut terkecil dalam diri kita dengan kejujuran yang dalam akan
membawa kepada titik kulminasi bahwa sesungguhnya diri ini sangatlah kecil
sekali. Memang sangat sulit menelisik diri sendiri, karena ada pepatah, “ Semut
di seberang samudera terlihat, Gajah di pelupuk mata tak kelihatan”.
Namun, hal ini
harus dan harus dilakukan karena dengan mengetahui kekuatan, kelemahan diri
sendiri dapat menjadi senjata menghadapi musuh di medan laga. Saya yakin anda
pernah melihat aksinya Jacki Chan dalam Nameless atau Who am I ? Yah, dia
mencari jati dirinya. Berarti, kita berusaha menemukan jati diri kita
sesungguhnya.
Kita malas ?
Sering telat ? Sedikit saja langsung marah ? atau malas membaca buku-buku
referensi atau buku-buku perkembangan pendidikan modern ? menyepelekan
psikologis siswa ? Kurang tegas ? atau egois ? Sering berbohong ? Suka
membicarakan orang lain ? Lalai dalam beribadah dan berdoa ?
Itu adalah
sebagaian kecil kelemahan yang telah menempel dalam diri kita. Jujurkah kita ?
Kita punya
tangan lengkap ? Telinga ? Mobil ?Motor ? Kasih sayang ? Bisa tersenyum ? Rendah
hati ? mudah bergaul ? Suka memberi ? Pandai bercakap ? Pandai bercerita ?
Pandai guyon ? Atau pintar memasak ? itulah sebagaian kecil sifat melekat yang
baik dan merupakan kekuatan dalam diri kita. Jujurkah kita ?
Kedua, Aku
Sosial. Maksudnya adalaha diri kita, sifat kita,
kekuatan dan kelemahan kita dalam cara dan sudut pandang orang lain yang
mengenal kita. Mari kita minta masukan, kritik yang pedas, evaluasi yang
maksimal dari orang lain bahkan dari orang yang paling kita cintai. Mintalah
daftar kekuatan dan kelemahan kita dari orang lain itu. Sampaikan kepadanya,
jujurlah tiada yang ditutup-tutupi.
Untuk apa
sebenarnya ini ? Bukankah ini aib ? Kita bukan membicarakan masalah aib, tetapi
kita membicarakan seberakah kekuatan dan kelemahan kita dalam pandangan orang
lain. Kadangkala kita menganggap diri kita sudah kuat, punya senjata ini dan
itu, tapi orang lain bilang jauh dari itu. Ataukah sebaliknya, kita menganggap
diri kita ini lemah dan tiada punya kekuatan, padahal orang lain meanggap dan
melihat diri kita memiliki kekuatan luar biasa. (pernah nonton film : RIO )
Terakhir, yang
harus diperlukan adalah ketiga, Aku Ideal. Setelah kita melist semua
kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri kita dan dalam cara pandang kita
kemudian disandingkan dengan cara pandang orang lain, maka kita harus melihat
manakah yang cocok ? Manakah yang harus saya perbaiki dari sifat-sifat yang ada
dalam diri saya ? Manakah sifat yang harus saya kobarkan dan saya pupuk
sehingga menjulang melangit ? Manakah sifat yang harus saya pertahankan dan
dipelihara ? Atau manakah dari sekian sifat itu yang harus ada dalam diri kita,
sedangkan kita tidak bisa melihatnya.
Maka,
ramuan-ramuan yang kita buat itu ( perpaduan : Aku Diri dan Aku Sosial)
menghasilkan jamu Aku Ideal. Itulah aku yang sesungguhnya. Aku bukan orang
lain, tapi aku adalah aku yang sesungguhnya. Aku adalah guru yang sejati, bukan
guru yang sekedar guru apa adanya.
Saya yakin, jika semua guru melaksanakan ketiga
hal ini, biidznillah munculah guru-guru yang benar-benar guru sejati. Dan
banggalah bangsa ini dengan keberadaan guru-guru sejati ini. (Kamis,22:20)
0 Komentar